Saturday, August 10, 2013

Puasa Syawal Enam Hari Berpahala Puasa Satu Tahun

Puasa Syawal Enam Hari Berpahala Puasa Satu Tahun - Puasa Ramadan 1434 H baru saja selesai. Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Alloh SWT karena hanya dengan karuniaNya kita dapat lulus melewati berbagai cobaan dalam menjalani puasa Ramadan. Semoga Alloh menjadikan kita sebagai golongan yang memperoleh kemenangan dan ampunan.
Sebagai umat Islam dengan kefahaman agama yang tinggi, seharusnya semua gerak kehidupan kita sehari-hari diarahkan untuk dapat menghasilkan tabungan pahala yang sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, kita seharusnya selalu membiasakan menyambung satu amal ibadah dengan amal ibadah lainnya. Dengan kata lain disela-sela kesibukan hidup sehari-hari yang dijalani, kita harus selalu berusaha setelah selesai melaksanakan satu kebaikan kemudian disambung atau dilanjutkan dengan amal kebaikan yang lain. Alloh SWT. di dalam Al-Qur’an telah berfirman:

 “Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh (urusan ibadah) yang lain.” (QS. Alam Nasroh:7).

Puasa Ramadan telah diselesaikan dan kedatangan bulan Syawal disambut dengan suka cita, sebagai bentuk kesyukuran atas keberhasilan dalam menjalankan amal ibadah puasa Ramadan. Kembali pada pokok bahasan menyambung kebaikan, dalam bulan Syawal telah disediakan amal ibadah yang siap untuk dipraktekkan umat Islam jika ingin menyambung kebaikan setelah puasa Ramadan. Dibanding amal ibadah yang dikerjakan, sungguh besar pahala yang disediakan oleh Alloh bagi orang yang mau mengerjakan.
Di dalam hadits diriwayatkan Rasulalloh SAW bersabda:

“Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian mengikutkan puasa enam hari di bulan Syawal, dia seperti orang yang berpuasa selama satu tahun” (HR. Shohih Muslim dalam Kitabu Shoum).

 Dari hadits tersebut tersirat betapa besarnya pahala seorang Muslim yang sukses menyelesaikan berpuasa Ramadan satu bulan penuh dan menyambungnya dengan berpuasa enam hari selama bulan Syawal. Karena bagi kaum muslimin yang mampu menyambung puasa Ramadan dengan puasa enam hari di bulan Syawal disediakan pahala sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun penuh.

Barangkali kita bertanya bagaimana logikanya? Menurut perhitungan manusia, puasa di bulan Ramadan (30 hari) ditambah puasa di bulan Syawal (6 hari) seharusnya total puasa hanya 36 hari. Namun demikian, bagi Alloh ternyata perhitungan manusia tersebut tidaklah berlaku. Menurut keterangan, puasa Ramadan (30 hari) plus puasa di bulan Syawal (6 hari) – total 36 hari; dikalikan dengan kelipatan 10 untuk setiap kebaikan yang dilakukan maka 36 hari x 10 = 360 hari atau sama dengan satu tahun. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Sauban maula Rasulalloh dari Rasulalloh SAW, beliau bersabda:

 “Barang siapa yang puasa enam hari setelah Iedul Fitri baginya sempurna puasa satu tahun.” Berdasarkan firman Alloh:“Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya pahala 10x lipat dari amalannya” (ket. QS. Al-An’am:160) (HR. Ibnu Majah dalam Kitabu Shoum).

Pertanyaannya, lantas bagaimana teknis pelaksanaannya? Untuk mendapatkan pahala puasa setahun, pelaksanaannya dapat dilakukan dengan berbagai strategi, tergantung bagaimana yang mudah bagi masing-masingnya.
Sebagai contoh: karena puasa Ramadan telah dijalani secara penuh maka hanya pas hari Iedul Fitri (tgl. 1 Syawal) tidak berpuasa dan langsung dilanjutkan dengan enam hari (tgl. 2-7 Syawal) berpuasa. Contoh lain: setelah penuh berpuasa di bulan Ramadan, ada yang masih ingin menikmati hari-hari tidak berpuasa selama bersilaturrahim, maka puasa enam harinya tidak dilakukan di awal bulan Syawal tetapi dapat dilakukan kapan saja selama dilengkapkan enam hari di bulan Syawal.

Ayo siapa mau mendapat pahala berpuasa selama satu tahun? Kalau kita ingin mendapatkan imbalan pahala yang sedemikian besar dari ibadah berpuasa kita, ayo menyambung puasa Ramadan dengan puasa enam hari di bulan Syawal. Semoga Alloh memberikan kesempatan dan kemampuan bagi kita semua untuk meraih pahala puasa setahun penuh

Monday, August 5, 2013

Ucapan "Taqobalallohu Minna wa Minkum"

Ucapan "Taqobalallohu Minna wa Minkum" - Datangnya ‘Iedul Fitri tanggal 1 Syawal 1434 H disambut dengan suka cita oleh umat Islam di Indonesia dan di berbagai penjuru dunia. ‘Iedul Fitri pada tanggal 1 Syawal telah dirayakan oleh masyarakat muslim sebagai wujud kesyukuran kepada Alloh atas keberhasilan dalam menunaikan ibadah puasa Ramadan satu bulan penuh. Mudik lebaran merupakan tradisi dan ritual tahunan yang biasa dilakukan oleh masyarakat muslim di Indonesia dalam rangka merayakan ‘Iedul Fitri.
Kesempatan merayakan kemenangan perjuangan yang telah diselesaikan selama bulan Ramadan umumnya sekaligus dimanfaatkan sebagai sarana untuk silaturrahim dan saling berkunjung diantara anak dengan orang tua dan antar saudara serta teman-teman. Setiap kali bertemu dengan sanak-saudara dan teman-teman, maka: “Selamat lebaran, mohon maaf lahir dan batin” merupakan ucapan yang seringkali diperdengarkan. Meskipun tidak ada yang salah dengan ucapan tersebut sebagai luapan kegembiraan atas keberhasilan menyelesaikan puasa Ramadan. Pertanyaannya, apakah ucapan tersebut sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulalloh SAW?


Supaya diingat, sebagai umat muslim kita meyakini bahwa Rasulalloh merupakan contoh yang baik untuk ditiru dan diteladani tingkah laku, perbuatan dan tutur katanya. Firman Alloh di dalam Al-Qur’an menyatakan: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulalloh itu suri teladan yang baik (yaitu) bagi orang yang mengharap (bertemu) Alloh dan (kebahagiaan) di hari kiamat dan dia banyak dzikir kepada Alloh.” (QS. Al-Ahzab:21).


Dalam hal menyambut ‘Iedul Fitri pun sudah selayaknya kita mencontoh perbuatan dan tutur kata yang telah dilakukan oleh Rasulalloh SAW semasa hidupnya. Di dalam salah satu hadits telah diriwayatkan dari Jalid bin Ma’daan berkata Jalid, bertemu aku pada Watsilah bin Al-Asqo’ di dalam hari raya, maka berkata aku “Taqobbalallohu minna wa minka.” Maka berkata Watsilah: “Na’am, taqobbalallohu minna wa minka.” Berkata Watsilah, bertemu aku pada Rasulalloh SAW pada hari raya, maka berkata aku: “Taqobbalallohu minna wa minka.” Maka berkata Rasulalloh SAW: “Na’am, taqobbalallohu minna wa minka.” (HR. Baihaqi di dalam Kitabu Al-‘Idiin Juz 3 hal. 219).


Dalam prakteknya, taqobalallohu minna wa minka kita ucapkan kepada lawan bicara kita hanya satu orang laki-laki. Jika kita mengucapkan kepada lawan bicara yang hanya satu orang perempuan, maka lafalnya menjadi taqobalallohu minna wa minki. Sedangkan jika lawan bicara kita jumlahnya lebih dari satu orang (jamak), maka lafalnya menjadi taqobalallohu minna wa minkum. Ketika saudara atau teman kita mengucapkan hal ini, maka kita hendaklah menjawab dengan jawaban ucapan: Na’am, taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki, tergantung pada lawan bicara yang mengucapkan tersebut jamak, atau tunggal laki-laki, atau tunggal perempuan.


Ucapan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki tersebut mempunyai arti kurang lebih “semoga Alloh menerima ibadah-ku dan ibadah-mu” yang secara harfiah mempunyai makna mendoakan kepada diri sendiri dan kepada lawan bicara, sebagai ungkapan kesyukuran dan kegembiraan setelah dapat menyelesaikan puasa Ramadan satu bulan penuh. Dengan kata lain, ucapan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki secara tersirat seharusnya mempunyai makna yang jauh lebih dalam dari apa yang secara tradisi telah biasa kita ucapkan dalam menyambut ‘Iedul Fitri, antara lain: “Selamat lebaran, mohon maaf lahir dan batin;” atau “Selamat lebaran, nol-nol ya!” dan ucapan-ucapan yang semacamnya. Apalagi mengucapkan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki merupakan salah satu sunnah Rasulalloh SAW yang seharusnya kita praktekkan. Terutama di zaman yang barangkali semakin sedikit orang yang mau dan mampu menetapi sunnah Rasulalloh dalam kehidupan sehari-hari.



Pertanyaan akhirnya, maukah kita tergolong sebagai umat di akhir zaman yang masih menegakkan As-sunnah di kala kebanyakan orang merasa asing dengannya atau bahkan di kala kebanyakan orang sudah melupakannya? Ayo kita praktekkan sunnah Rasulalloh dengan mengucapkan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki dalam rangka menyambut ‘Iedul Fitri 1 Syawal 1434 H. nanti. Moga-moga Alloh menjadikan kita termasuk golongan yang ibadah puasa Ramadannya diterima oleh Alloh sebagaimana tersirat dalam ucapan tersebut.

Diposting ulang dari www.ldii.or.id

Sunday, July 28, 2013

MENCARI MALAM LAILATUL QODAR

Mencari Malam Lailatul Qodar - Alhamdulillah kita masih diberi kesempatan berpuasa sampai hari ke-20 hari ini. Malam ini (malam 21) insyaAllah kita memulai perburuan pahala yang pol yang terjadi hanya satu malam dalam setahun (di Bulan Ramadhan) yaitu “lailatul Qadar/Malam Qodar”.. Jika dianalogikan dengan perlombaan, 10 hari yang akhir dari ramadan merupakan saat-saat penentuan keberhasilan di dalam meraih kemenangan. Sebagai hari-hari penentuan, 10 hari akhir ramadan hendaknya diisi dengan lebih meningkatkan amal ibadah kepada Alloh sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulalloh SAW dan tidak terlarut dalam kesenangan duniawi. Apalagi di dalam 10 hari akhir ramadan ada satu malam yang seharusnya dicari oleh seluruh umat Islam. Hal ini karena besarnya keutamaan yang diberikan oleh Alloh bagi yang mendapatkannya, yaitu malam 1000 bulan (Lailatul Qodar).

Malam 1000 bulan (Lailatul Qodar) merupakan malam yang penuh kemuliaan yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad SAW. Kisah ini diriwayatkan dari Ali bin Urwah, dia berkata: “suatu hari Rasulalloh bercerita tentang empat orang dari bani israil yaitu nabi Ayyub, nabi Zakaria, Hizqil dan Yusa’ bin Nun. Mereka beribadah kepada Alloh selama 80 tahun dan tidak pernah berbuat maksiat sekejap matapun. Para sahabat menjadi heran dan kagum mendengar cerita tersebut. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Rasulalloh lalu dia berkata: “Wahai Muhammad umatmu terheran-heran kepada mereka yang telah beribadah selama 80 tahun dan tidak pernah berbuat maksiat sekejap matapun, ketahuilah bahwa Alloh telah menurunkan sebuah surat yang lebih baik daripada apa yang mereka lakukan.” Kemudian Malaikat Jibril membacakan surat Al-Qodar kepada Rasulalloh. Lalu Malaikat Jibril berkata: “ini lebih utama daripada apa yang dikagumkan olehmu dan umatmu.” Akhirnya Rasulalloh dan para sahabat menyambutnya dengan senang hati.” (HR Ibnu Abi Hatim).

Dari hadits tersebut tersirat bahwa bagi umat Nabi Muhammad SAW diberi oleh Alloh kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih mulia dari apa yang telah dilakukan oleh empat hamba Alloh yang selalu beribadah dan tidak pernah melanggar selama 80 tahun. Caranya adalah jika bertemu dengan dan beribadah di dalam malam 1000 bulan, yang hanya turun satu hari di dalam setiap ramadan.

Malam 1000 bulan (Lailatul Qodar) merupakan malam yang penuh keberkahan dan keagungan illahi, yang mana amal dan ibadah yang dilakukan oleh umat Islam pada malam tersebut oleh Alloh diberikan pahala lebih baik daripada amal-ibadah seribu bulan. Malam 1000 bulan juga merupakan malam penentu bagi takdir manusia yang dibawa oleh para malaikat di malam itu. Sebagaimana firman Alloh di dalam QS. Al-Qodar: 1-5, yang artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran pada malam Qodar; Dan tahukah kamu apakah malam Qodar itu?;  Malam qodar itu lebih baik dari 1000 bulan; Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan; Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. Sungguh merupakan kebahagiaan yang sangat besar jika kita dapat menjumpai malam 1000 bulan di dalam Ramadan 1434 H ini.

Bagaimana agar kita dapat menjumpai malam 1000 bulan?